Hukum Waris
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warahamatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahirabbil ‘Alamin puji syukur saya panjatkkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan Rahmat-Nya lah tulisan sederhana ini bisa terselesaikan. Sholawat serta salam tak lupa tercurahkan kepada junjungan alam Baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman islamiyah.
Pada tulisan kali ini kita akan membahas dengan singkat menegenai warisan. Apa itu waris, dan siapa saja yang berhak menerimanya? Simak ulasan berikut ini.
Yang disebut warisan (harta waris) adalah semua yang ditinggalkan oleh seseorang yang mati, termasuk hutangnnya. Semua warisan tersebut menjadi hak dan bagian ahli waris dengan berbagai persyaratan dan ketentuan syar’i yang telah ditetapkan oleh Allah swt. Yang harus dikeluarkan dari harta peninggalan adalah biaya pengurusan mayat, hutang (kepada Allah swt: zakat, kafarat; kepada manusia), pelaksanaan wasiat, dan pembagian warisan.
Rukun waris terdiri dari:
- Yang mewariskan (yang meninggal)
- Ahli waris
- Harta yang diwariskan.
Sebab-sebab seseorang mendapatkan hak waris:
- Pernikahan yang sah.
- Keturunan (nasab: kedua orang tua, anak, saudara, paman, serta anak-anaknya).
- Perwalian (jika ada ashobah dan tidak ada ashhabul furudh).
Yang menghalangi seseorang mendapatkan hak waris:
- Budak
- Pembunuh (tanpa alasan yang syar’i)
- Berbeda agama.
Bagian warisan:
- Bagian yang telah ditetapkan (fardhu, ketentuan: setengah, seperempat, seperdelapan, dua pertiga, sepertiga, dan seperenam)
- Ta’shib (bagian yang tidak ditetapkan).
Syarat-syarat ahli waris:
- Termasuk dalam daftar ahli waris
- Hidup saat pewarisnya meninggal dunia
- Tidak gugur haknya
- Tidak terhijab
Ahli waris lelaki:
Putra; anak putra (cucu dan seterusnya); ayah dan kakek dari orang tua lelaki; saudara sekandung; saudara seayah; dan saudara sibu (atau anak-anaknya) dari anak lelaki; suami; paman dan di atasnya; paman seayah dan di atasnya; putra paman kandung serta putra paman seayah dan anak laki-laki mereka; orang yang memerdekakan; kerabat laki-laki (dzawil arham: saudara ibu atau paman dari ibu, putra saudara seibu, paman seibu, dan putra paman seibu).
Ahli waris perempuan:
Putri, putri anak laki-laki (cucu) dan seterusnya dari anak laki-laki; ibu; nenek (ibunya ayah) dan di atasnya dari ibu; neneknya ibu; saudari kandung; saudara satu ayah; saudari satu ibu; istri; dan wanita yang memerdekakan budak.
Syarat harta waris:
- Kehalalan dan legalitas
- Harta milik mayyit
- Tidak tercampur dengan milik orang lain
Firman Allah dalam Al-Qur’an tentang warisan sebagai berikut:
Allah mensyari´atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anakanakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (Q.S. An-Nisaa, 04: 11)
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik lakilaki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun. (Q.S. An-Nisaa, 04: 12)
Yang memberi mudharat kepada waris itu ialah tindakan-tindakan seperti:
- Mewasiatkan lebih dari sepertiga harta pusaka.
- Berwasiat dengan maksud mengurangi harta warisan. Sekalipun kurang dari sepertiga bila ada niat mengurangi hak waris, juga tidak diperbolehkan.
Keadilan Allah tentang pembagian waris seringkali dianggap kurang tepat oleh manusia yang mementingkan kuantitas duniawi. Allah menetapkan keadilan dalm pembagian warisan , lengkap dengan aneka persyaratan yang jelas, supaya hubungan tali silaturahim tetap terjaga dan rukun, serta tidak menimbulkan permusuhan di antara anggota keluarga.
Wallahua’lamu bisshawab
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Sumber:
Suryana, Jajang: Hukum Warisan, Singaraja, 2020.
Ajib, Muhammad: Fiqih Hibah dan Waris, Jakarta Selatan, Rumah Fiqih Publishing, 2019.
Komentar
Posting Komentar