Manusia Makhluk Peneliti
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, yang telah memberikan Taufik dan inayahnya sehingga tulisan ini dapat terselesaikan sebagaimana mestinya. Sholawat serta salam tak lupa tercurahkan kepada Baginda Rasulullah SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang Minazzuluma ti ilannuur.
Ditulisan kali ini kita akan membahas mengenai Manusia Makhluk Peneliti. Simak uraian berikut dengan baik, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
1. Konsep Dasar Kewajiban Melakukan Penelitian
Sebagaimana wahyu Allah SWT yang pertama kepada Nabi Muhammad SAW ialah iqra' yang artinya bacalah. Firman Allah mengenai wahyu yang pertama kali turun terdapat dalam QS Al-'Alaq ayat 1-5 yang terjemahannya sebagai berikut.
Berikut terjemahan ayat-ayat Al-Qur'an mengenai diri kita sendiri.
Sebagaimana wahyu Allah SWT yang pertama kepada Nabi Muhammad SAW ialah iqra' yang artinya bacalah. Firman Allah mengenai wahyu yang pertama kali turun terdapat dalam QS Al-'Alaq ayat 1-5 yang terjemahannya sebagai berikut.
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah
Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya
(Q.S. Al-‘Alaq, 96: 01-05)
Didalam firman Allah yang pertama, terdapat pemberitaan mengenai konsep dasar penciptaan manusia dari 'alaqah yang artinya darah. Hal itu perlu dikaji dan diteliti oleh manusia. Penelitian bisa berlanjut dari hal kecil sampai hal yang besar.
Memulai penelitian haruslah dengan sesuatu yang paling dekat yakni diri kita sendiri, dengan begitu kita bisa dengan mudah mengenali Sang Pencipta diri ini. Dalam salah satu hadits, Nabi menegaskan: “Man ‘arafa nafsahu ‘arafa Rabbahu”: Barangsiapa mengenal (‘arafa) tentang kondisi dirinya maka akan lebih mudah mengenal Tuhannya. Allah juga menetapkan perintah pemeliharaan diri dari keburukan api neraka dimulai dari diri sendiri, dari sesuatu yang dekat dengan diri manusia. Tampaknya, apa yang menjadi tuntutan Allah selalu berawal dari sesuatu
yang sangat dekat dengan manusia. Dengan begitu sebelum mencari dan mengenal sesuatu yang diluar jangkauan, kenalilah yang paling dekat dengan kita yang tidak lain adalah diri kita sendiri. “Ibda binafsika”, adalah satu potongan kalimat hikmah yang telah populer. Perintah memulai sesuatu dari diri sendiri, sejalan dengan perintah Allah swt tentang pemeliharaan diri (autocare) yang dimulai dari kondisi diri, kemudian keluarga terdekat, berlanjut menuju lingkungan yang lebih luas. Pembangunan sistem pemeliharaan diri berbasis keluarga-keluarga menjadi pola pembinaan keimanan dalam Islam.Berikut terjemahan ayat-ayat Al-Qur'an mengenai diri kita sendiri.
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan (Q.S. At-Tahriim, 66: 06)
Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang
lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa´at dan tebusan dari padanya, dan tidaklah
mereka akan ditolong (Q.S. Al-Baqarah, 02: 48)
Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua
dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa
yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan)
(Q.S. Al-Baqarah, 02: 281)
Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat
kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, maka
Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan (Q.S. Al-Maaidah, 05: 105)
2. Janji Allah Terhadap Manusia yang Berilmu
Pada Wahyu Allah yang pertama QS. Al-'Alaq ayat 5, Allah memberikan jaminan kepada manusia yang mencari ilmu akan diberikan pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahui oleh manusia. “’Allama al-insaana ma lam ya’lam” (Allah akan memberi pengetahuan kepada manusia tentang segala yang tidak diketahuinya). Dalam hal ini Allah memerintahkan dan memaksakan agar kita melakukan iqra' karena melalui proses iqra'lah Allah akan memberikan pengetahuan kepada manusia. Entah manusia itu beriman maupun tidak. Allah tidak pernah pilih kasih dalam memberikan pengetahuan, siapa yang lebih rajin dalam pengiqra'an maka ialah yang diberikan ilmu pengetahuan oleh Allah SWT.
Sejalan dengan janji Allah SWT. derajat manusia yang berilmu akan lebih tinggi dari yang tidak berilmu. Karena itulah orang-orang kafir diangkat derajatnya saat ini oleh Allah SWT walaupun sebatas didunia saja. Sedangkan umat Islam masih belum bangkit dan mendapatkan kejayaan seperti umat-umat terdahulu dizaman Nabi dan para sahabatnya sehingga pemerintahan Khalifah Harun Ar-Rasyid.
Ada satu pernyataan yang menantang umat Islam saat ini. Dalam hadits yang diriwayatkan dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhuma, bahwa dia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya:
“Sebaik-baik umatku adalah pada masaku. Kemudian orang-orang yang setelah mereka (generasi
berikutnya), lalu orang-orang yang setelah mereka. ”(Shahih Al-Bukhari, no. 3650)
Berikut terjemahan ayat Al-Qur'an yang berisikan firman Allah SWT mengenai derajat manusia berilmu:
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka
lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah
kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan (Q.S. Al-Mujaadilah, 58: 11)
Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami
tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana
lagi Maha Mengetahui (Q.S. Al-An’aam, 06: 83)
Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka
penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas
sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian
yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan
(Q.S. Az-Zukhruuf, 43: 32)
Allah telah menurunkan ilmu ke alam. Tinggal manusia yang bertugas untuk mencari dan mempelajarinya. Mereka yang telah diizinkan Allah swt untuk menguasai ilmu tertentu, sekalipun belum lengkap dengan keimanannya, telah diberi kekuasaan di atas Dunia. Tetapi, janji Allah SWT yang lengkap untuk kekuasaan dan kebahagiaan Dunia dan Akhirat, harus ditebus dengan dua hal yang utama: menguasai ilmu dan sekaligus beriman. Keberimanan menjadi hal utama ketika seseorang ingin meraih derajat terbaik di sisi Allah swt: keberimanan yang dipenuhi penguasaan ilmu.
3. Tuntutan Dasar untuk Mengelola Ilmu bagi Masyarakat Muslim
Al-Qur'an adalah sumber pengetahuan global yang tidak ada kesalahan didalamnya, yang kebenarannya mutlak, serta tidak perlu dipertanyakan kebenarannya. Oleh karena itu, jadikanlah Al-Qur'an sebagai bahan rujukan utama dalam melakukan kegiatan ilmiah. Al-Qur'an sudah dijamin kebenarannya oleh Allah SWT. Tetapi masih banyak manusia muslim menganggap Al-Qur'an hanya sebatas kitab keagamaan saja yang tidak terkait dengan ilmu duniawi apalagi teknologi (di era modernisasi).
Al-Qur'an telah mencakup keseluruhan ilmu yang ada didunia ini. Mulai dari ilmu fisika, biologi, matematika dan lainnya. Kita akan mengetahui ilmu yang ada di Al-Qur'an jika kita mengkajinya lebih dalam lagi dan menyertainya dengan ilmu tafsir. Kebenaran Al-Qur'an telah terbukti.
Dua samudera yang berisi air yang berbeda, tawar dan asin, di Selat Gibraltar menjadi fakta
kebenaran isi Al-Quran (Al-Furqan, 25: 53; Fathir, 35: 12; dan Ar-Rahman, 55: 19-20), juga
pertemuan dua sungai di kawasan Swiss dan di daerah Genewa Switzerland. Sungai lain berada di
bawah lautan yang ditemukan Mr. Jaques Yves Costeau warga Francis yang akhirnya memilih
menjadi muallaf setelah penemuan tersebut. Begitupun tentang api yang tetap hidup di dalam air.
Semua menjadi bukti kebesaran Allah swt yang tak bisa dibantah. Sebagian ceritanya tertera di
dalam Al-Quran yang telah diwahyukan Allah swt kepada Nabi terakhir, sebagai mukjizat yang
sejalan dengan tuntutan zamannya.
Dengan pernyataan tersebut, seharusnya untuk mata kuliah agama harus lebih dikedepankan lagi, karena ilmu-ilmu yang tersirat dapat diteliti dan dikaji dengan cara mendiskusikan ayat-ayat Kitab untuk membuka rahasia dunia. Moral dan adab mahasiswa juga dapat terbentuk dengan baik dengan adanya mata kuliah agama. Belajar agama di kampus juga dapat melalui blended learning yang diupayakan oleh dosen agar mahasiswa bisa mengakses lebih banyak informasi tersaring melalui pilihan-pilihan materi hasil pencarian dosen. Yang bisa mengikat ketekunan mahasiswa melakukan program tersebut adalah pemaksaan: tugas kuliah. Tanpa paksaan, upaya keras perbaikan tidak mungkin bisa dilakukan.
Masyarakat muslim pada dasarnya haruslah menguasai ilmu yang diturunkan oleh Allah SWT, bukan hanya ilmu yang berkaitan dengan akhirat saja, tetapi ilmu yang berkaitan dengan dunia, karena manusia sejatinya situs menjadi Khalifah di bumi. Dengan menguasai nya ilmu-ilmu dunia, maka masyarakat muslim dapat mengelola dunia dengan ilmu yang diridhoi oleh Allah SWT, sehingga ilmu tersebut tidak jatuh kepada orang-orang kafir dan menyalahgunakan ilmu, yang seharusnya untuk kemaslahatan manusia tetapi sebaliknya malah menjadi kemudharatan manusia itu sendiri.
Masyarakat muslim pada dasarnya haruslah menguasai ilmu yang diturunkan oleh Allah SWT, bukan hanya ilmu yang berkaitan dengan akhirat saja, tetapi ilmu yang berkaitan dengan dunia, karena manusia sejatinya situs menjadi Khalifah di bumi. Dengan menguasai nya ilmu-ilmu dunia, maka masyarakat muslim dapat mengelola dunia dengan ilmu yang diridhoi oleh Allah SWT, sehingga ilmu tersebut tidak jatuh kepada orang-orang kafir dan menyalahgunakan ilmu, yang seharusnya untuk kemaslahatan manusia tetapi sebaliknya malah menjadi kemudharatan manusia itu sendiri.
4. Tuntutan Allah SWT dalam Wahyu Pertama
Segala ilmu yang ada merupakan ilmu Allah SWT. Allah yang maha mengetahui segala-galanya. Allah hanya menurunkan sedikit ilmu kedunia, Allah SWT masih memiliki ilmu yang luas yang tidak ada tandingannya. Oleh karena itu pada dasarnya ilmu lahir secara islami bukan sekuler dan kekufuran. Tidak ada batasan untuk manusia mendapatkan ilmu, baik mereka beriman maupun tidak. Ilmu dan rezeki dikasih kepada manusia oleh Allah SWT sesuai dengan usaha yang mereka lakukan. Yang menyebabkan ilmu tampak buruk ialah para 'alim, para pengelola ilmu yang memanfaatkan ilmu diluar keridhoan Allah SWT.
Allah swt telah berfirman secara jelas dalam Al-Quran surat Al-‘Alaq, 96: 01-05, tentang proses keberilmuan seseorang dicontohkan lewat uswah hasanah Nabi Muhammad saw. Nabi Muhammad diminta untuk “membaca” (lebih daripada sekadar membaca secara harfiah, tetapi mengkaji, meneliti, menganalisis, merumuskan, dsb.) tentang awal kejadian manusia secara Ilahiyah. Tetapi ketika Malaikat Jibril menyuruh Nabi Muhammad SAW iqra', Nabi Muhammad saw
hanya bisa berkata: “Maa Ana bi-qaari!”. Nabi memang Ummi (tidak bisa membaca dan menulis), tetapi hikmahnya sangkaan orang-orang kafir bahwa Al-Qur'an merupakan buatan Nabi Muhammad SAW terbantahkan.
Awal pemberian Wahyu kepada Nabi SAW yang akan diangkat menjadi Rasul merupakan awal untuk mempersiapkan manusia sebagai makhluk peneliti. Pernyataan tersebut terdapat dalam QS Al-'Alaq ayat 5, yang berisikan janji Allah akan memberikan pemahaman kepada siapa saja tentunya dengan usaha dan melalui proses pengelolaan ilmu Allah SWT.
Banyak tafsir yang dilakukan oleh para ulama tentang perintah Iqra' kepada Nabi Muhammad saw. Salah satu tafsir yang terkait dengan makna perintah tersebut: “Bacalah yang tertulis, sehingga pengetahuan dan keahlian bertambah. Bacalah yang didiktekan, diajarkan oleh utusan Tuhan. Sampai kamu sendiri mengerti dan yang mendengar memahami. Bacalah yang termaktub dalam rahasia alam yang beraneka warna, agar kamu jadi sadar dan mendapat sinar iman.” Dari sejumlah tafsir yang diuraikan oleh para ulama, dapat diambil dua inti persoalan yang menjadi tuntutan dalam perintah Iqra: Pertama, bacalah ayat-ayat Allah sebagai kalamullah yang termaktub dalam Al-Qur'anul Karim (al-Aayaat al-Qauliyyah). Kedua, bacalah ayat-ayat Allah yang tercipta dan terbentang di alam semesta (al-Aayaat al-Kauniyah)
5. Islamisasi Sains Sangatlah Penting
Beriman tanpa berilmu, lebih banyak dipenuhi perilaku taqlid, ikut-ikutan, membebek. Di dalam Al-Quran disebutkan gambar perilaku para pembebek sebagai orang-orang yang patuh dan taat kepada sistem “aabaauhum”. Pola perilaku ini lebih bersifat ikut-ikutan tanpa dasar pengetahuan, hanya erpedoman kepada “bagaimana para pendahulu melakukan sesuatu”.
Allah tidak pernah membatasi manusia untuk mengelola ilmu Allah. Termasuk ilmu kejahatan seperti santet dan sejenisnya yang kerap melibatkan jin dalam pengelolaannya. Ilmu tersebut pada dasarnya merupakan ilmu Allah tetapi disalahgunakan dan diselewengkan oleh pengelola ilmu yang tidak disertai dengan keridhoan Allah. Tetapi Allah membiarkan semua itu agar menjadi penyeimbang dan cobaan bagi manusia.
Ilmu mengenai tenaga nuklir, ilmu korupsi, ilmu maling dan ilmu tentang mesin-mesin penghancur lainnya sengaja diizinkan dan oleh Allah SWT berlanjut dan dikembangkan. Tetapi keberadaannya tidak diridhoi oleh Allah SWT. Allah telah menetapkan hukum kebebasan bagi manusia untuk memilih jalan hidupnya.
Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
(Q.S. Asy-Syams, 91: 08)
Terkait dengan pilihan Allah juga menentukan pasangan bagi setiap laki-laki dan perempuan, sebagaimana dalam salah satu ayat Al-Qur'an yang membahas mengenai pasangan berikut:
Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu
berpasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang perempuanpun mengandung dan
tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan
umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan)
dalam kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah
(Q.S. Faathir, 35: 11)
Ayat-ayat Al-Qur'an mengenai pasangan terdapat pada (QS. Yasin ayat 36; QS. Az-Zumar ayat 6 dan QS. Asysyu'araa ayat 11)
Dalam kehidupan sehari-hari kita juga sering mendengar adanya baik-buruk, kiri-kanan, depan-belakang, benar-salah dan lain-lain. . Dalam kaitan olahan ilmu, Allah swt juga menempatkan dua hal berbeda tersebut sebagai bentuk keseimbangan posisi dan peran, dalam sains, teknologi, filsafat, dan juga temuan-temuan manusia lainnya.
Seperti pernyataan diatas, sains-teknolgi merupakan ilmu Allah yang dikasih secara acak kepada para pengelola dan pengamalnya yang memiliki keteguhan hati dalam berusaha. Ilmu yang dijanjikan Allah SWT akan direalisasikan setara dengan usaha mereka yakni akan diberikan derajat lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tak berilmu. Sementara itu, janji Allah SWT lainnya yaitu kemuliaan ukhrawi, baru bisa didapatkan oleh para pengelola ilmu yang mendasari kegiatannya dengan keimanan. Ilmu dan iman menjadi dua serangkai kondisi kepemilikan yang harus digali untuk mendapatkan derajat yang lebih tinggi dalam kehidupan kini dan nanti.
Sains diterjemahkan dengan pengertian ilmu pasti dan ilmu pengetahuan tentang alam. Ia merupakan gabungan dari kata ilmu (“pengetahuan yang disistematikkan” [Poeradisastra, 1981: 01]), pasti (logis, objektif, empiris, terdalil), pengetahuan (“kumpulan fakta yang saling berhubungan satu sama lain mengenai sesuatu hal tertentu” [Poeradisastra, ibid]), alam (alam nyata yang dicerap indera dan empiris). Ilmu pasti (biasanya menunjuk kaji-kajian yang bersifat matematis) lebih sering dirangkai dengan ilmu alam, menjadi ilmu pasti-alam. Oleh karena itu, tahun 70-an jurusan di SMA salah satunya disebut sebagai jurusan paspal (ilmu pasti dan pengetahuan alam).
Teknologi alihan kata dari technology. Dalam Kamus Inggris-Indonesia, misalnya yang disusun oleh Wojowasito (1982: 422), biasa diartikan ilmu pengetahuan tentang segala kepandaian membuat sesuatu. Poeradisastra menambahkan, kepandaian tersebut adalah untuk tujuan “meninggikan tingkat hidup manusia melalui perombakan kembali alam sekitar, memaksa alam mengabdi kepada manusia”.
Sains dan teknologi tidak lahir tanpa pengolahnya, yaitu praktisi sains dan teknologi. Untuk menunjuk batasan sains secara pasti, dalam Ilmu Humanika, Hidayat Nataatmaja (1984: 31-33) membedakannya dengan pengertian ilmu. Ilmu, tulisnya, benar-benar menunjukkan pada sesuatu yang gaib, sedangkan sains menunjuk pada bagian ilmu yang bisa dilihat, dibaca, dinayatakan dalam ungkapan yang rasional dan dalam arti tertentu: bisa dipinjam dan ditiru. Hidayat mengambil salah satu konsep keilmuan yang Islami: “Al-ilmu fii-ash-shuduur la fii-ashshuthur” (Ilmu itu ada di dalam hati, bukan di dalam buku).
Dalam buku yang lain, Karsa Menegakkan Agama dalam Dunia Ilmiah: Versi Ihya
Ulumiddin, Hidayat (1982: 21-25) mengawali bahasannya seperti ini:
“Bahwa Al-Qur’an seharusnya dipandang sebagai sumber dari segala keilmuan, tidak perlu kita permasalahkan lagi. Banyak kaum inteligensia Muslim yang mengungkapkan bagaimana penemuan-penemuan ilmiah yang paling mutakhir sekalipun ada diungkapkan denganbahasa simbolik dalam Al-Qur’an, …”
Kemudian Hidayat mengungkapkan keheranannya:
“Tapi --yang paling aneh-- mengapa yang menemukan ilmu-ilmu bukan kaum muslimin? Kaum muslimin baru menyadari bahwa ilmu itu ada dalam Al-Qur’an sesudah ilmu itu diketemukan orang! Itulah contoh, bagaimana kaum Muslimin selalu tertinggal dalam membangun teknologi dan datang terlambat menafsiran kebenaran ilmu dari Al-Qur’an”.
Selanjutnya dia juga menulis:
“…. bukankah manusia disuuruh berpikir dan bukannya disuruh menghafalkan ayat-ayat suci? Bukan mustahil ilmu Allah dalam segala perinciannya ada dalam Al-Qur’an, karena Al-Qur’an mengkiaskan bahwa ilmu Allah itu tidak bisa dituliskan dengan tinta sebanyak air di lautan sekalipun? Bukankah Al-Qur’an bisa ditulis dengan sebotol tinta?”
Beberapa penggalan rumus tadi kita bisa menjawab siapakah praktisi sains sebenernya. Sebagai umat Islam tidak mungkin kita menyatakan ilmu tidak berasal dari ilmu islami, tetapi para pengelola ilmu lah yang harus diislamkan. Ibaratnya senjata yang sangat canggih tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya orang yang mengendalikannya, jika yang mengendalikannya orang kafir maka senjata tersebut akan membahayakan seluruh umat karena tidak memiliki keislaman didalam dirinya.
Senjata, mengacu kepada pengertian terdahulu, adalah salah satu hasil teknologi. Senjata lahir karena dilatarbelakangi hasil olah ilmu. Seorang penggubah senjata bisa membuat benda rancangannya karena menguasai ilmunya., Lalu siapakah praktisi teknologi?
Seperti praktisi sains, ilmu Allah yang dikelola berdasarkan bimbingan ilmu Allah yang pada awalnya untuk mendatangkan kemaslahatan bagi umat manusia sendiri. Tetapi, karena masing-masing manusia memiliki sifat tidak rasional --Edward de Bono membandingkan manusia dengan binatang yang lebih rasional dalam bertindak: bisa menentukan ya dan tidak-- sifat ini mengarahkan manusia kepada kondisi perubahan-perubahan. Oleh karena itu, bimbingan dan pedoman selalu diperlukan oleh manusia agar manusia bisa memaslahatkan hidupnya dan lingkungannya. Allah swt menganugerahkan aneka pilihan hanya kepada manusia, kepada mahluk lain Allah swt tidak memberikan hal itu.
Sains dan teknologi selama ini telah dipisahkan dari nilai-nilai agama. Melalui sains manusia tidak akan mendapatkan kebenaran mutlak. Kebenaran --Hidayat menyebutnya dengan istilah kebetulan, hanya berupa kebenaran sesaat dan setempat--dalam sains, sesungguhnya berada di luar sains
Dengan adanya pernyataan-pernyataan tadi, maka sudah jelas islamisasi sains sangatlah penting, karena ilmu tanpa iman bagaikan senjata yang dipegang oleh orang gila, yang bisa sewaktu-waktu memberikan kemudharatan bagi orang banyak.
Dengan adanya pernyataan-pernyataan tadi, maka sudah jelas islamisasi sains sangatlah penting, karena ilmu tanpa iman bagaikan senjata yang dipegang oleh orang gila, yang bisa sewaktu-waktu memberikan kemudharatan bagi orang banyak.
Wallahu A'lam Bissawab
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh
Sumber Referensi:
Suryana, Jajang.2020. Manusia Makhluk Peneliti. Singaraja.
Sumber Referensi:
Suryana, Jajang.2020. Manusia Makhluk Peneliti. Singaraja.
Komentar
Posting Komentar