Kebenaran Mutlak dan Kebenaran Sementara
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh Akhy Wa Ukhty
Alhamdulillah puji syukur saya panjatkan kepada Allah Tuhan semesta alam, berkat rahmat dan hidayah-Nya lah tulisan sederhana ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW. yang telah memperjuangkan kebenaran bersama para syuhada lainnya, sehingga kita bisa terlepas dari zaman jahiliyah.
Mengenai kebenaran, apakah kebenaran itu ada? Apakah kebeneran ada yang bersifat mutlak dan ada yang bersifat sementara? Kita akan membahasnya dalam tulisan sederhana. Semoga bermanfaat ya.
Kebenaran mutlak ialah kebeneran yang hakiki dan sejati, sesuatu yang dapt melihat dan menyatakan keseluruhan realitas secara objektif, apa adanya. Kebenaran mutlak itu mempunyai sifat universal (berlaku bagi semua orang, tidak ada perkecualian) kekal, (lintas waktu dan ruang, tidak berubah-ubah, tidak berganti) integral (tidak ada konflik di dalamnya) dan tanpa salah (bermoral tinggi, suci).
Wahyu (al-Qur’an dan al-sunnah al-mutawatirah) merupakan kebenaran mutlak, absolut dan tak terbantahkan. Ini harus diyakini oleh setiap muslim. Al-Qur’an sebagai ayat qauliyah-tadwiniyyah yag bersifat dedukatif memberikan informasi kepada manusia tentang fenomena alam semesta yang bersifat induktif (ayat-ayat kauniyah). Sementara itu, filsafat dan ilmu sebagai produk akal manusia harus mengungkap kebenaran wahyu tersebut secara terus menerus, sehingga kebenarannya terus terkuak dan disebarluaskan ke ruang publik. Wahyu harus terus menerus dikaji sehingga melahirkan sebuah teori dan pada saat yang sama teori ilmu pengetahuan harus dicarikan dasarnya dari wahyu tersebut. Wahyu berisi informasi ilmiah (sejarah, hukum, etika dan seterusnya) yang pasti benar adanya. Oleh sebab itu tugas ilmuwan harus melakukan pembenaran dan mampu memperoleh informasi ilmiah melaluidua ayat-Nya, yaitu kauniyyah (hukum keteraturan alam semesta) dan ayat qauliyah-tadwiniyyah (al-Qur’an). Misalnya, didalam al-Qur’an surat al-Anbiya’ (30) dinyatakan: Wa ja’alna min al-mai kulla syaiin hayyin, bahwa Allah menjadikan segala sesuatu yang ada ini berasal dari air. Bagaimana ini bisa diteliti? Kenapa kita memperoleh informasi awal mengenai hal ini justru dari Thales, seorang filsuf cosmosentris pada abad 600?. Ini tugas kita semua untuk menggalinya. Lantas bagaimana dengan temuan-temuan ilmiah yang sudah ada? Ini perlu dicarikan dasar naql-nya (wahyu-nya), supaya kebenarannya dapat diimani.
Sedangkan kebenaran sementara ialah kebenaran yang terbatas, bersifat subjektif dan dikuasai oleh ruang dan waktu. Bersifat objektif maksudnya terhadap objek yang sama, misalnya manusia mempunyai sudut pandang atau pendapat yang berbeda-beda. Jika 2000 orang diminta pendapatnya akan sesuatu objek, akan ada 2000 macam pandangan yang berbeda-beda. Jadi kebenaran yang dilihatnya dari sudut pandangnya sendiri (yang terbatas) itu bersifat relatif, bukan absolut (mutlak). Dikuasai oleh ruang dan waktu mempunyai implikasi bahwa manusia tidak maha tahu ( artinya banyak hal yang tidak diketahuinya), bisa salah dan selalu berubah berganti.
Sekian penjelasan singkat mengenai kebenaran mutlak dan kebenaran sementara. Kurang lebihnya saya mohon maaf.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Sumber Referensi:
Komentar
Posting Komentar